ARTIKEL
Seuntai Kisah Komitmen Rektor Muda dari Bangka Belitung
Berawal sejak lulus dari program studi magister Ilmu Politik di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2006, Prof. Ibrahim; begitu ia akrab disapa; mulai berkecimpung di bidang akademis. Pria kelahiran 1981 itu mulai mengabdi di Universitas Bangka Belitung (UBB) sejak berdirinya perguruan tinggi tersebut pada April 2006. Selang setahun kemudian, Prof. Ibrahim diangkat menjadi dosen tetap pada Mei 2007. Kariernya menanjak hingga mengemban amanat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UBB pada tahun 2014. Jabatan tersebut diemban Prof Ibrahim selepas menyelesaikan dua pendidikan doktoral di bidang Ilmu Politik dan Ilmu Filsafat dari Universitas Gadjah Mada.
“Ketika kita berusaha, maka takdir akan menemukan kanal-kanalnya sendiri,” demikian kiranya keyakinan Prof. Ibrahim dalam menggambarkan perjalanan kariernya di dunia akademis. Pria yang menghabiskan masa kecilnya di salah satu kampung di Kabupaten Bangka Tengah tersebut dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Politik di UBB pada 25 Januari 2023. Saat itu, Prof. Ibrahim tengah mengemban jabatan Rektor UBB untuk periode pertama sejak tahun 2020. Usaha dan takdir membawa Prof. Ibrahim pada puncak tertinggi dunia akademis pada usia muda.
Karier Prof. Ibrahim sebagai dosen merupakan perjalanan panjang. Selepas pendidikan dasar dan menengah, ia merantau ke Yogyakarta di awal milenium kedua untuk menjemput impian pertamanya, menjadi sarjana. Lantunan waktu dan arus kehidupan membawanya berlayar beribu jauhnya. Hingga lebih dari satu dekade setelah kembali dari kuliahnya, ia menjadi rektor Perguruan Tinggi Negeri pada usia muda, yakni di usia 38 tahun. Menyusul kemudian ia dikukuhkan sebagai guru besar pada jelang usia 42 tahun.
Loyalitas dan Integritas: Komitmen dan Kontribusi dalam Pendidikan Tinggi
Dinamika edukasi, riset, dan pengabdian masyarakat menjadi motor utama seorang pendidik di perguruan tinggi. Demikian pula Prof. Ibrahim menapaki karirnya sebagai salah satu civitas academica UBB sejak tahun 2006, di mana kampus tersebut resmi berdiri dari gabungan kampus. Selang empat tahun kemudian, UBB resmi menjadi perguruan tinggi negeri pada November 2010. Berbagai aspek perjuangan dan proses panjang dalam dinamika berdirinya UBB ikut dilalui oleh Prof. Ibrahim. Kompleksitas dalam membangun dan mengembangkan institusi pendidikan tinggi turut andil dalam membentuk ketangguhan karakter peraih Anugerah Tokoh Pendidikan dari Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Bangka Belitung 2014 ini.
Perjuangan Prof. Ibrahim dalam menjadi bagian dari bertumbuhnya UBB diuji saat ia terpilih menjadi rektor pada periode pertama tahun 2020. Saat itu, dengan usia UBB yang masih muda, rektor muda tersebut menghadapi tantangan pandemi COVID-19. Gagasan demi gagasan ia bangun untuk mengembangkan program studi di UBB. Totalitas Prof. Ibrahim lantas dibuktikan dengan bertambahnya program studi UBB dari awalnya 13 hingga 31 program studi termasuk jenjang diploma (D-3) dan magister (S-2) pada tahun 2024. Demikian pula ia bersama jajaran pemimpin UBB mampu meningkatkan student body dari 4.500-an mahasiswa diawal jabatannya sebagai rektor menjadi 8.500 mahasiswa pada akhir masa jabatan pertamanya. Pada tahun 2022, Prof. Ibrahim bersama tim juga berhasil membuka Fakultas Kedokteran di UBB yang diiringi dengan peningkatan jumlah sumber daya manusia dan tenaga pengajar.
Universitas Bangka Belitung yang dipimpin oleh Prof. Ibrahim perlahan mulai berkembang menjadi salah satu perguruan tinggi negeri yang impresif dan on the track. Ia menitikberatkan peningkatan sumber daya manusia (SDM) sebagai fondasi utama pertumbuhan UBB. Ia meyakini bahwa sumber daya manusia adalah kunci dari segala hal, khususnya pada ranah akademis. Ia mendorong para tenaga pengajar maupun tenaga kependidikan di UBB untuk studi lanjut maupun mengikuti pengembangan kompetensi. Komitmen ini diimplementasikan Prof. Ibrahim dengan penganggaran besar pada fokus pengembangan SDM. Ia juga menargetkan bahwa ke depan UBB akan menumbuhkan student body sebesar 13 ribu mahasiswa, 500 dosen, dan lebih dari 20 guru besar pada tahun 2027.
Meski disibukkan dengan tugas-tugas administratif sebagai pimpinan di institusi pendidikan tinggi, Prof. Ibrahim tidak melupakan bagian lain dari tri dharma perguruan tinggi yaitu riset. Ia telah tercatat menulis puluhan artikel ilmiah di berbagai jurnal maupun prosiding bereputasi nasional maupun internasional. Sumbangsih Prof. Ibrahim dalam riset-riset terkait demokrasi, kebijakan, dan politik lingkungan menjadi bagian penting dari implementasi keilmuannya. Tak hanya itu, peraih beasiswa The Habibie Center tahun 2009 ini juga menerbitkan sejumlah buku terkait ekologi politik dan politik identitas.
Totalitas dan Disipilin: Berkarier 18 Tahun, Hanya 3 Kali Cuti
Pertumbuhan impresif Universtias Bangka Belitung yang diharapkan oleh Prof. Ibrahim tidak serta-merta diusahakan secara serampangan. Pria yang lahir dari keluarga petani sederhana ini menapaki mimpinya bermodal etos kerja dan prinsip hidup. Ia membayangkan bahwa bagi keluarganya menjadi sarjana nyaris merupakan kemustahilan, sebab ia satu-satunya anggota keluarga yang lulus sarjana. Keajaiban-keajaiban ini nyatanya tidak berhenti di sana, sebab lantas ia menjadi dosen dan amat mensyukuri hal tersebut.
Prof. Ibrahim tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan lewat berbagai capaian hidupnya. Oleh sebab itu, rasa syukur tersebut menuntun Prof. Ibrahim berkomitmen untuk menempa diri dengan etos kerja tinggi. Selama 18 tahun menjadi dosen, ia baru tiga kali mengambil jatah cuti, masing-masing tiga hari pada tahun 2009, 2014, dan 2019. Ia merasa sangat bersalah jika ia bersantai di rumah ketika rekan sejawat dosen lainnya bekerja di kantor. Hal tersebut lantas membuatnya merasa tak betah untuk bersantai di rumah, meski di hari Sabtu sekalipun. Upaya-upaya yang dibangun Prof. Ibrahim sejak lulus dari SMA Negeri 3 Pangkalpinang pada tahun 2001 hingga menjadi rektor dua dekade kemudian semata-mata adalah bagian dari komitmen hidup.
Konsistensi dan komitmen Prof. Ibrahim dalam berkarier di dunia akademis adalah buah dari rasa syukur. Ia membayangkan kelak Bangka Belitung, yang meskipun adalah sebuah daerah kepulauan, akan menjadi magnet bagi kalangan luar untuk datang menimba ilmu. UBB ditangannya kini telah menerima mahasiswa hampir dari semua provinsi, termasuk tahun 2024 menerima mahasiswa dari Negeri Jiran Malaysia. Segala jerih payah dan keniscayaan yang ia terima dalam larik-larik kehidupannya, menuntun Prof. Ibrahim untuk menumbuhkan Universitas Bangka Belitung menjadi kampus yang impresif, besar masa depannya, dan unggul dalam membangun peradaban.
Pewawancara: Rizki Priyoko
Penulis: Algonz Dimas B. Raharja